Rabu, 18 April 2012

aturan tuhan ?


Aturan Tuhan ?

Tidak ada yang perlu diketehui dari isi hatiku, bahkan tentang sedikit keinginanku. Musabab penderitaan bukan beban yang harus dimengerti. Ketika tak satu nyanyianpun mampu meredam kegelisahan dan perlindunganku hanyalah senyum pembalut malam-malam berikutnya.
Tidak perlu tanya, ditanya apapun, sebab suatu saat kau mengerti dengan alasan yang menjadikan aku tak berpunya jawab untukmu. Bukan sekadar rasa atau penghianatan, dan sesungguhnya kepekaan cuma nisan tanpa nama. Andai surutpun layar dibathinku, toh bukan kemauan yang mengharuskannya. Hidup ini terlalu miris untuk kuceritakan padamu yang mengerti stanza awan dikapas langit ini.
Aku dilahirkan jauh dari kesederhanaan, bahkan kasih yang kau anggap sempurna bukanlah belaian yang kudapat darimu. Dahulu ketika aku jatuh dari permainan tangga seorang teman, aku menangis tak mengenal siapa pengasih lembut yang mengusap kepala dan memelukku, ah tidak perlulah kita berunding tentang nasib lagi.
Kebahagiaan terliahat ketika mulut bicara dan liar membagi senyum kepada mereka yang hanyut dari setiap paradigma konyolku.
Tuhan, untukku satu ibu cukup menemani takdirku, ah terlalu lenalah kecil tasbih ini, sedang syukurku ketika mereka bergantian menemani aku yang tak berjendela saat menatap mereka penuh kasih sanjung dari pembesar sesungguhnya.
Dan terasalah nikmat air mata ini pada bait harap untuk menaruh hati kepada gadis pemberi bunga atau dengan kesederhanaan menerima kehinaanku yang tak berpunya bunda.
Kurasa bukan seorang wanitalah, tapi ini kebebasanku, ketika aku mampu melihat kebahagiaan yang bukan milikku, senyum yang teruntuk kepasa seseorang Tuhan. 
Membagi rasa dan menyimpannya sedalam mungkin itulah kemauanku, agar ibuku tersenyum diatas rembulan malam, engkau wanita ! satu tanya dariku, adakah rahimmu benar tempatku?
Jika ia, dimana engkau ? lantas panggilan apa untukmu, ibu, mama, bunda, ah ...


Menyadarkan aku jauh seperti pria kecil disana, ini lisan tak berbendera, ini syarat tanpa persetujuan tentang burung camar dipersinggahan bercerita dari ujung sampai pangkal, ternyata laut tidaklah asin. Ah, kau mengelak demi penafkahan singa saja tuan ?
Pertuturan itu tak berujung juga, dan pulanglah pipit pada dedaunan cemara, lalu aku ?

Begitupun ketika hari dimana hujan tanpa cahaya jatuh, penampungan basah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar