Aturan
Tuhan ?
Tidak
ada yang perlu diketehui dari isi hatiku, bahkan tentang sedikit keinginanku.
Musabab penderitaan bukan beban yang harus dimengerti. Ketika tak satu
nyanyianpun mampu meredam kegelisahan dan perlindunganku hanyalah senyum
pembalut malam-malam berikutnya.
Tidak
perlu tanya, ditanya apapun, sebab suatu saat kau mengerti dengan alasan yang
menjadikan aku tak berpunya jawab untukmu. Bukan sekadar rasa atau
penghianatan, dan sesungguhnya kepekaan cuma nisan tanpa nama. Andai surutpun
layar dibathinku, toh bukan kemauan yang mengharuskannya. Hidup ini terlalu
miris untuk kuceritakan padamu yang mengerti stanza awan dikapas langit ini.
Aku
dilahirkan jauh dari kesederhanaan, bahkan kasih yang kau anggap sempurna
bukanlah belaian yang kudapat darimu. Dahulu ketika aku jatuh dari permainan
tangga seorang teman, aku menangis tak mengenal siapa pengasih lembut yang
mengusap kepala dan memelukku, ah tidak perlulah kita berunding tentang nasib
lagi.
Kebahagiaan
terliahat ketika mulut bicara dan liar membagi senyum kepada mereka yang hanyut
dari setiap paradigma konyolku.
Tuhan,
untukku satu ibu cukup menemani takdirku, ah terlalu lenalah kecil tasbih ini,
sedang syukurku ketika mereka bergantian menemani aku yang tak berjendela saat
menatap mereka penuh kasih sanjung dari pembesar sesungguhnya.
Dan
terasalah nikmat air mata ini pada bait harap untuk menaruh hati kepada gadis
pemberi bunga atau dengan kesederhanaan menerima kehinaanku yang tak berpunya
bunda.
Kurasa
bukan seorang wanitalah, tapi ini kebebasanku, ketika aku mampu melihat
kebahagiaan yang bukan milikku, senyum yang teruntuk kepasa seseorang Tuhan.
Membagi
rasa dan menyimpannya sedalam mungkin itulah kemauanku, agar ibuku tersenyum
diatas rembulan malam, engkau wanita ! satu tanya dariku, adakah rahimmu benar
tempatku?
Jika
ia, dimana engkau ? lantas panggilan apa untukmu, ibu, mama, bunda, ah ...
Menyadarkan
aku jauh seperti pria kecil disana, ini lisan tak berbendera, ini syarat tanpa
persetujuan tentang burung camar dipersinggahan bercerita dari ujung sampai
pangkal, ternyata laut tidaklah asin. Ah, kau mengelak demi penafkahan singa
saja tuan ?
Pertuturan
itu tak berujung juga, dan pulanglah pipit pada dedaunan cemara, lalu aku ?
Begitupun
ketika hari dimana hujan tanpa cahaya jatuh, penampungan basah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar